Halaman

Selasa, 16 Agustus 2011

Kemerdekaan Hati, Kemerdekaan Diri


Ada yang istimewa dengan Ramadhan tahun ini. Yak. Kami, warga negara Indonesia tahun 2011 ini mendapatkan kesempatan merayakan (atau lebih tepatnya memperingati) hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia dalam suasana Ramadhan. Dan apa artinya? Karena peringatan hari bersejarah tersebut bertepatan dengan bulan puasa, maka sedikit banyak kegiatan-kegiatan 17-an yang sudah menjadi tradisi di tempat tinggal kita mengalami perubahan, atau dengan kata lain mengalami penyesuaian.

Mungkin benar jika banyak orang bilang bahwa nuansa kemerdekaan tahun ini jauh lebih sepi dari tahun-tahun sebelumnya. Betapa tidak? Mungkin tahun ini kita tidak bisa melihat anak-anak di kompleks rumah berlomba makan krupuk atau balap karung dengan ceria. Mungkin kita tidak bisa melihat perlombaan sepakbola bapak-bapak yang berdandan ala ibu rumah tangga, atau tidak bisa melihat tetangga-tetangga kita menjajal kemampuan memanjat pinang demi mendapatkan hadiah menggiurkan yang bergelantungan. Ramadhan mungkin benar membatasi gerak dan aktivitas kita dalam menyemarakkan nuansa kemerdekaan , namun esensi dari kemerdekaan itu sendiri tidak akan hilang di bulan ini. Walau tak seramai tahun sebelumnya, peringatan 66 tahun kemerdekaan Indonesia tahun ini pun sangat berkesan. Bahkan istimewa. Tak perlu menyelenggarakan lomba yang menguras tenaga. Kegiatan untuk mengisi kemerdekaan justru bisa kita lakukan dari hal yang paling mendasar dalam diri kita. Hati. Dari situ kita bisa menilai, sudahkah kita merdeka hari ini?

Jika 66 tahun yang lalu kita menyebut kemerdekaan sebagai suatu kondisi terbebasnya kita dari belenggu penjajahan dan memulai langkah baru menjadi sebuah negara yang independen, saat ini ketika kita tidak lagi menemui peperangan dan gencatan senjata di negeri ini, kita tidak bisa menyebut arti kemerdekaan seperti itu. Perang kita yang sesungguhnya bukan lagi melawan musuh garang bersenjata tajam, namun pada apa yang bahkan lebih kuat dari penjajah bertangan besi. Ya. Beri tepuk tangan pada musuh yang paling susah kita taklukkan. Diri kita sendiri.

Tahun ini, karena peringatan hari kemerdekaan Indonesia jatuh di bulan Ramadhan, kita seharusnya memperoleh banyak manfaat karenanya. Di bulan ini, kita belajar memerangi diri kita sendiri, melawan hawa nafsu kita. Dan, apabila kita berhasil melakukannya, sudahkah kita disebut merdeka? Jawabannya adalah sudah. Jika dilihat dari sudut pandang yang paling sederhana, berhasil mengendalikan hawa nafsu berarti kita telah menang atas diri kita sendiri. Terkesan sederhana, namun untuk sebagian orang termasuk aku, memenangkan diri sendiri menjadi hal yang sangat sulit. Nah, oleh karena itu, di bulan Ramadhan ini kita bisa dibilang menghadapi perlombaan yang sesungguhnya. Berlomba memenangkan diri kita dan mendapatkan kemerdekaan hati kita.

Di sisi lain, esensi sebuah kemerdekaan bisa terwujud pula dari apa yang kita kerjakan. Kusebut ini sebagai kemerdekaan diri. Setiap orang berhak mengekspresikan dan mengapresiasikan diri mereka, melakukan apa yang mereka inginkan tanpa campur tangan orang lain. Asalkan hal-hal tersebut tidak merugikan orang lain, kita sudah bisa disebut memiliki 'kemerdekaan diri'. Nah, untuk mendapatkan 'kemerdekaan diri' bisa kita lakukan dengan banyak cara. Misalnya melalui blog. Beruntung, di bulan Ramadhan ini blogdetik mengadakan program yang menarik, yakni ngaBLOGburit. Ajang kompetisi ini juga merupakan wadah kita menuangkan buah pikiran kita, mengeluarkan semua ide yang tersimpan, diapresiasikan dalam bentuk tulisan, kemudian dinikmati oleh orang banyak. Kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkarya merupakan komponen kita dalam memperoleh kemerdekaan diri.



Dirgahayu Republik Indonesia.

Jadilah warga negara Indonesia yang bukan hanya bisa mengucapkan MERDEKA! Namun, gapailah kemerdekaanmu yang sesungguhnya!


Related post
http://augustya.blogdetik.com/2011/08/16/kemerdekaan-hati-kemerdekaan-diri/

[+/-]

Kemerdekaan Hati, Kemerdekaan Diri